Newest Post
// Posted by :Ridho Suryawaldi
// On :Minggu, 24 Juni 2012
Sandubaya dan Lala Seruni
adalah sepasang suami istri yang tinggal di wilayah Kerajaan
Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB). Paras Lala Seruni yang cantik
membuat Raja Lombok tergila-gila pada istri Sandubaya itu dan bermaksud
merebutnya. Berhasilkah rencana keji Raja Lombok tersebut? Kisahnya dapat Anda
ikuti dalam cerita Sandubaya dan Lala Seruni berikut ini.
* * *
Dahulu, saat Kerajaan Lombok
dipimpin oleh Prabu Kertajagat atau Prabu Kertajaya, hiduplah sepasang suami
istri muda, yaitu Sandubaya dan Lala Seruni. Kecantikan Lala Seruni tiada
duanya di negeri itu. Wajahnya bagaikan bulan purnama, putih bersih dan
cemerlang bersinar.
Suatu malam, Sandubaya
bersama istrinya sedang beribadah di Pura Kayangan. Dengan khusyuk, keduanya
duduk di atas sehelai tikar sambil mengatupkan kedua telapak di depan ubun-ubun
dan ujung jari-jari mereka menjepit sehelai bunga. Di depan mereka tampak
sebuah dupa sebagai pengantar sembah mereka kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Usai
berdoa, keduanya pun bersiap-siap untuk pulang. Ketika mereka hendak
meninggalkan pura, tiba-tiba Prabu Kertajaya datang bersama rombongannya, juga
bermaksud untuk bersembahyang.
Melihat kedatangan sang
Raja, Sandubya dan Lala Seruni segera memberi hormat. Prabu Kertajaya pun
membalasnya dengan senyum dan tatapan penuh kekaguman kepada Lala Seruni. Ia
terus memperhatikan istri Sandubaya itu saat berjalan meninggalkan pura hingga
hilang dari pandangannya.
“Hai,
Patih! Siapa wanita cantik itu? Apakah kamu mengenalnya?”
“Hamba,
Baginda Prabu! Wanita itu bernama Lala Seruni, sedangkan pemuda yang bersamanya
itu adalah suaminya. Mereka baru saja menikah beberapa hari yang lalu,” jelas sang Patih.
Rupanya, Prabu Kertajaya terpikat
pada kecantikan Lala Seruni. Wajah cantik wanita itu terus berbayang-bayang dan
mengganggu konsentrasinya saat bersembahyang. Pada saat itu, timbullah niatnya
untuk memperistri Lala Seruni, walaupun wanita cantik itu telah bersuami.
“Aku
harus mendapatkan wanita cantik itu,” kata Prabu Kertajaya dalam hati.
Usai sembahyang, sang Prabu
segera mengajak rombongannya kembali ke istana dan mengumpulkan para
penasehatnya di ruang sidang untuk membicarakan rencana tersebut.
“Lala
Seruni adalah wanita tercantik yang pernah aku lihat di negeri ini. Aku harus
merebutnya dari tangan Sandubaya,” kata sang Prabu kepada para penasehatnya, “Apakah di antara
kalian ada yang tahu caranya?”
Semua pembesar kerajaan yang
hadir terdiam sejenak. Mereka sedang berpikir keras untuk menjawab pertanyaan
raja mereka. Tak berapa lama kemudian, sang Patih angkat bicara untuk
menyampaikan isi pikirannya kepada sang Prabu.
“Ampun,
Baginda Prabu! Hamba tahu caranya,” kata sang Patih.
“Apakah
itu, wahai Patih? Ayo, cepat katakan!” desak Prabu Kertajaya dengan tidak sabar.
“Menurut
hamba, sebaiknya kita mengajak Sandubaya berburu ke hutan lalu kita lenyapkan
nyawanya dengan seolah-olah diterkam binatang buas. Dengan cara ini, Lala
Seruni tidak akan mencurigai kita,” saran sang Patih.
“Wah,
kamu memang cerdas, Patihku,” puji sang Prabu, “Aku terima usulan itu.”
Keesokan harinya, Prabu
Kertajaya segera mengutus beberapa orang prajuritnya ke rumah Sandubaya untuk
mengajaknya berburu ke hutan Gebong. Setiba di sana, para utusan segera menyampaikan
perintah sang Prabu kepada Sandubaya.
Sementara itu, betapa
terkejutnya Sandubaya dan Lala Seruni saat melihat kedatangan mereka yang
secara tiba-tiba. Apalagi, baru kali mereka didatangi oleh para prajurit
kerajaan.
“Maaf,
ada apa gerangan tuan-tuan datang ke mari?” tanya Sandubaya penasaran.
“Begini,
Sandubaya. Kami diutus ke mari untuk mengajak kamu pergi berburu ke hutan
Gebong bersama sang Prabu,” ungkap salah seorang utusan, “Besok pagi sang Prabu
menunggumu di istana untuk kemudian berangkat bersama-sama ke hutan.’
Sandubaya tak kuasa menolak
ajakan sang Prabu. Ia adalah rakyat yang amat taat kepada rajanya.
“Baiklah,
Tuan! Hamba siap memenuhi titah sang Prabu,” jawab Sandubaya.
Setelah para utusan tersebut
pergi, Lala Seruni mendekati suami tercintanya.
“Kakak,
sejak kedatangan prajurit tadi, Adik merasakan firasat yang buruk dengan ajakan
raja itu. Sebaiknya Kakak mengurungkan niat itu,” bujuk Lala Seruni.
“Adikku,
relakanlah Kakak pergi. Semoga saja tidak akan terjadi sesuatu pada diri Kakak,” kata Sandubaya
menenangkan hati istrinya.
“Bila
besok kuda Kakak Gagar Mayang pulang sendirian, itu berarti Kakak telah tiada.
Kakak menunggumu di pantai Manganga Baris,” pesan Sandubaya lebih lanjut.
Keesokan harinya, Sandubaya
memacu kudanya yang bernama Gagak Mayang menuju istana dan diikuti oleh anjing
kesayangannya yang bernama Getah. Setiba di istana, ia bersama dan rombongan
Prabu Kertajaya pun berangkat ke hutan Gebong dengan membawa alat perburuan
seperti tombak, golok, dan panah.
Setiba di hutan Gebong,
semua anggota rombongan segera mencari binatang buruan. Sementara itu,
Sandubaya terlihat seorang diri menunggang kudanya sedang mengincar seekor babi
hutan yang bersembunyi di balik rerimbunan semak belukar. Dengan konsentrasi
penuh, ia perlahan-lahan menarik tombak yang ada di tangannya lalu
melemparkannya ke arah babi hutan itu. Apa yang terjadi?
“Aduuuuh….!”
Sandubaya menjerit kesakitan
karena sebuah tombak menancap di punggunngnya. Ia pun terjatuh dari atas
punggung kudanya dan tewas seketika. Rupanya, bersamaan dengan ia melemparkan
tombaknya ke arah babi hutan itu, seorang prajurit menombaknya dari belakang.
Melihat tuannya tak bergerak lagi, si Getah menyalak dan segera menyerang
prajurit itu. Namun, anjing kesayangan Sandubaya itu pun ditombak oleh para
prajurit hingga mati. Kuda Gagar Mayang yang melihat peristiwa itu segera
berlari pulang.
Sementara itu, di rumah,
Lala Seruni sudah gelisah sejak kepergian suaminya. Ia terus berdoa agar
laki-laki yang dicintainya tetap selamat. Namun, semua harapan itu pupus saat
melihat Gagar Mayang pulang sendirian.
“Oh,
Kakak! Kamu benar-benar telah pergi meninggalkan Adik,” kata Lala Seruni.
Tanpa berpikir panjang, Lala
Seruni segera menunggangi kuda Gaga Mayang lalu memacunya menuju hutan Gebong.
Setibanya di sana, ia pun tak kuasa menahan tangis saat melihat mayat suaminya.
Prabu Kertajaya pun dengan kepura-puraannya berduka cita atas kematian
Sandubaya di hadapan Lala Seruni.
“Maafkan
kami, Lala Seruni! Kami tidak dapat menyelamatkan nyawa suamimu dari amukan
babi hutan,”
bujuk Prabu Kertajaya.
Meskipun tahu bahwa suaminya
meninggal bukan karena kecelakaan, Lala Seruni tidak berkata apa-apa. Ia hanya
pasrah atas nasib yang menimpa suaminya. Dengan bantuan para prajurit, mayat
Sandubaya pun dibawa pulang untuk dikuburkan.
Keesokan hari, Prabu
Kertajaya pun mengirim utusannya untuk menjemput Lala Seruni untuk dibawa ke
istana. Mulanya, istri Sandubaya itu menolak. Namun, ia tidak kuasa melawan
puluhan prajurit yang memaksanya. Kuda Gagak Mayang milik Sandubaya yang juga
akan dibawa serta pun menolak dan menyepak para prajurit yang hendak
menariknya. Malang nasib kuda itu, ia terpaksa ditombak oleh para prajurit
tersebut hingga mati.
Setelah Lala Seruni tiba di
istana, sang Prabu mulai membujuknya untuk dinikahi. Namun, janda muda itu
menolaknya. Ia pun semakin yakin bahwa suaminya mati bukan karena kecelakaan
tetapi memang sengaja dicelakai oleh sang Prabu yang ingin sekali menikahi
dirinya. Hal itulah yang membuat sedih Lala Seruni. Berhari-hari ia mengurung
diri di dalam kamar serta tidak mau makan dan minum. Walaupun Prabu Kertajaya
telah berkali-kali menjenguk dan membujuknya, ia tetap menolak untuk menikah
dengan raja yang bengis itu.
Setelah hatinya mulai
tenang, Lala Seruni mulai terbuka pikirannya.
“Kini
saatnya aku harus bertindak,” katanya dalam hati.
Ketika sang Prabu datang
lagi untuk membujuknya, Lala Seruni pun berkata.
“Baiklah,
Baginda Prabu. Hamba mau menikah dengan Baginda tapi dengan satu syarat,” ungkap Lala Seruni.
“Apa
pun syarat itu, akan kupenuhi wahai calon permaisuriku yang cantik,” kata Prabu Kertajaya
dengan nada merayu.
“Sebelum
kita menikah, izinkan hamba mandi di pantai Menanga Baris,” pinta Lala Seruni.
“Oh,
tentu. Itu syarat yang amat mudah,” jawab Kertajaya, “Besok aku akan mengantarmu ke sana.”
Pada esok hari, Prabu
Kertajaya bersama para punggawanya mengantar Lala Seruni ke Pantai Menanga
Baris. Setiba di sana, mereka pun mandi dengan bersuka ria. Lala Seruni tampak
gelisah menunggu kedatangan suaminya. Agar gelagaknya tidan dicurigai oleh sang
Prabu, ia sesekali menyelam dan memercikkan air pada wajahnya. Tak berapa lama
kemudian, tiba-tiba sekuntum teratai berwarna merah dan besar muncul dari
tengah laut.
“Baginda,
tolong ambilkan teratai itu untuk hamba!” pinta Lala Seruni.
Prabu Kertajaya pun segera
memerintahkan beberapa prajuritnya untuk mengambil teratai itu. Ketika salah
seorang dari mereka hendak memetiknya, tiba-tiba sekawanan ikan datang
menyerang mereka hingga terluka parah. Melihat kejadian itu, sang Prabu segera
turun tangan. Namun, ia pun diserang oleh kawanan ikan yang ganas itu hingga
terluka.
Sementara itu, bunga teratai
yang besar itu terus bergerak menuju ke tempat Lala Seruni berdiri. Begitu
mendekat, Lala Seruni pun naik ke atasnya. Dengan cepat, teratai itu bergerak
ke tengah laut dan mengantarkan Lala Seruni ke tempat penantian suaminya.
Menyaksikan kejadian itu, sang Prabu dan para prajuritnya hanya bengong. Mereka
tidak mampu mencegahnya. Lala Seruni pun semakin jauh ke tengah laut hingga
dari pandangan mereka. Menurut cerita, Lala Seruni dikabarkan hilang dan
bertemu dengan suaminya di alam arwah.
Sementara itu, kakak
Sandubaya yang bernama Demung Brangbantun murka mendengar kesewenang-wenangan
Prabu Kertajaya terhadap adik dan iparnya. Ia pun menyiapkan pasukannya untuk
menyerang Prabu Kertajaya. Menurut cerita, pertempuran tersebut berlangsung
cukup lama. Suatu hal yang menarik dalam peperangan ini adalah pasukan
Kertajaya menggunakan senjata berupa binatang laut, sedangkan pasukan Demung
Brangbantun menggunakan jajanan dan makanan lainnya. Penggunaan senjata yang
demikian diusulkan oleh Prabu Rangkasari untuk menghindari korban jiwa.
Akhirnya, pasukan Demun
Brangbantun berhasil mengalahkan pasukan Kerajaan Lombok. Kekalahan itu membuat
Raja Kertajaya malu sehingga ia membenturkan kepalanya ke batu hingga akhirnya
tewas di tempat.
Sepeninggal Kertajaya, tahta
Kerajaan Lombok diduduki oleh Prabu Rangksari. Raja Lombok yang baru itu amat
cinta kedamaian. Ia pun mengajak Demung Brangbantun berdamai. Kakak Sandubaya
itu pun menyetujuinya. Akhirnya, Kerajaan Lombok kembali aman dan tenteram di
atas kepemimpinan Prabu Rangksari yang adil, arif, dan bijaksana.
* * *
Demikian cerita Sandubaya
dan Lala Seruni dari daerah Nusa Tenggara Barat. Pesan moral yang dapat
dipetik dari cerita di atas adalah bahwa kesetiaan dalam rumah tangga harus
selalu dijaga sampai akhir hayat, seperti halnya Sandubaya dan Lala Seruni.
Pesan lain yang dapat dipetik
adalah bahwa pemimpin yang suka bertindak sewenang-wenang seperti Prabu
Kertajaya pada akhirnya akan mendapatkan balasan yang setimpal. Sebaliknya,
pemimpin yang cinta kedamaian seperti Prabu Rangkasari akan dicintai dan
dihormati oleh rakyatnya.