Newest Post
// Posted by :Ridho Suryawaldi
// On :Senin, 16 April 2012
Hasan seorang putra
mantri guru yang bertempat tinggal di kampung Panyeredan, di lereng gunung
Telaga Bodas. Raden Wiradikarta, demikian nama ayah Hasan. sebelum pesiun,Raden
Wirakarta pernah berdinas di daerah Tasikmalaya, Ciamis, Banjor, Tenggarong,
dan beberapa tempat kecil yang lain. Ia terkenal sebagai pemeluk agama Islam
yang taat, saleh, dan alim. Dia memang keturunan orang-orang yang kuat imannya.
Kehidupan sehari-hari rumah tangganya diwarnai dan bernapaskan ajaran-ajaran
agama yang dipeluknya.
Sebagai anak satu-satunya
yang masih hidup dari keluaga Raden Wirdikata, karena ketiga kakaknya telah
meninggal. Oleh karena itu Hasan sejak kecil mendapat pendidikkan agama secara
mendalam. Ibunya selalu melatih Hasan menghafal ayat-ayat alquran. Hasan tumbuh
menjadi anak yang patuh pada orang tua dan taat pada agama. Salat dan berpuasasering
dijalankanya.Cerita tentang surga, neraka, dan dosa selalu ia dengar pada saat
menjelang tidur baik dari ibunya maupun dari Siti pembantunya. Ketika Hasan
meranjak dewasa, ia mengikuti jejak orang tuanya untuk memiliki ilmu sareat dan
terekat. Ia berguru ke Banten. Semenjak menganut ajaran mistik, Hasan semakin
rajin melakukan ibadat. Sabagai akibatnya, pekerjaan kantornya sering
terbengkalai. Dari teman-temanya sekantor dia mendapat gelar “Pak Kiai”. Selain
dari itu, kesehatan badanya tidak pernah diperhatikan, bahkan hidupnya
dikendalikan oleh hal-hal yang tidak rasional, misalnya ia pernah mandi sampai
40 kali semalam, tanpa menggunakan handuk sebagai pengering badannya. Sehingga
ia akhirnya terkena penyakit TBC, Ia pernah juga berpuasa tujuh hari tujuh
malam terus-menerus dan selama tiga hari tiga malam mengunci diri di dalam
kamar tanpa makan, minum, dan tidur. Iman yang tampaknya kuat, yang tidak disertai
oleh kesadaran yang tinggi dan diimbangi oleh pengetahuan serta pengalaman
hidup yang luas ternyata tidak dapat bertahan terhadap segala goncangan. Hasan
sebagai hasil dari pendidikan lingkungan masyarakat agama yang tertutup,
fanatik, ia berkembang menjadi manusia yang fanatik, sempit pandangan hidup dan
kurang memiliki pengalaman. Ia melihat segala macam kehidupan dalam masyarakat
dengan menggunakan ukuran-ukuran kaca mata ajaran agama. Hal ini sangat
membatasi gerak dan wataknya sehingga ia kurang memahami masalah-masalah
kehidupan yang sebenarnya.
Kehadiran Rusli dan
Kartini merubah perilaku kehidupan Hasan. Kartini ialah wanita modern yang
hidup dengan perlengkapan yang modern pula, sedangkan Rusli adalah seorang
laki-laki yang beriodiologi komunis. Menurut penglihatan Rusli dan Kartini
Hasan memiliki kepribadian yang menarik, karena dianggap hal yang baru. Hasan
jatuh cinta kapada Kartini karena Kartini mirip sekali dengan Rukmini bekas
pacarnya. Ia menginginkan hidup di samping Kartini dalam satu rumah tangga yang
berbahagia. Rasa cinta itulah yang merupakan awal dari segala perubahan dalam
hidupnya. Ia berusaha manyenangkan dan menarik hati Kartini, bahkan ia rela
mengorbankan segala-galanya. Imanya luntur, hubungan dengan orang tuanya menjadi
putus .
Hanyutlah Hasan dalam
kehidupan yang dianut oleh Kartini dan kawan-kawannya : modern, bebas, dan berdasarkan
paham Marxisme. Walaupun diketahui banyak tingkah laku Kartini yang sebenarnya
bertentangan dengan ajaran agama Islam, Hasan tetap mencintainya. Semua
gerak-gerik, tingkah laku Kartini di terima dengan senang, dengan harapan agar
kartini tetap dekat dengan dia.
Di tengah harapan Hasan
untuk hidup bersama dengan kartini, muncullah Anwar yang mencoba-coba menaruh
hati juga kepada Kartini. Perasaan cemburu Hasan mendorongnya untuk menutupi
segala kelemahannya. Kini tidak ada hal yang dianggap pantangan lagi oleh
Hasan, seperti bioskop, makan masakan cina, bergaul dengan wanita yang bukan
muhrimnya, mengikuti pertemuan yang memperdalam dalam Marxisme, bahkan
menyangkal adanya Tuhan.
Kartini adalah seorang
janda yang ditinggal mati oleh suaminya dan mengharap kasih-sayang seorang pria.
Bagi dia Rusli bukanlah pria yang menjadi harapanya karena Rusli menyerahkan
hidupnya untuk kepentingan politik. Demikian pula Anwar tidak menarik baginya,
sedangkan Hasan laki-laki yang polos, mencurahkan kasih sayangnya dengan
sepenuhnya hatinya dan mendapat sambutan baik dari Kartini. Akhirnya mereka
kawin. Mereka tinggal di rumah Kartini di Jalan Lengkong Besar 27.
Perkawinan mereka
ternyata tidak membuahkan kebahagian seperti yang mereka dambakan. Kartini
meneruskan kebiasaan hidup bebas, pergi tanpa suaminya. Di samping itu, Hasan
selaui dihantui oleh larangan ayahnya untuk tidak kawin dengan Kartini dan
diharapkan kawin dengan Fatimah yaitu anak angkat dari keluarga Hasan.
Pada suatu hari
terjadilah pertengkaran, yaitu ketika Hasan menunggu-nunggu kedatangan Kartini,
Kartini datang bersama-sama dengan Anwar. Memuncaklah marah Hasan, dan Kartini ditempelengi;
terjadilah perpisahan.
Sejak terjadi
pertengkaran itu Kartini pergi meninggalkan Hasan. Ia pergi tanpa tujuan. Di
jalan ia bertemu dengan Anwar. Atas bujukan Anwar, Kartini mau diajqk bermalam
di suatu hotel bersama-sama dengan Anwar. Karena Anwar berusaha untuk
memperkosanya, Kartini lari dari penginapan itu dengan meneruskan perjalanannya
ke Kebon Manggu.
Dalam perjalanan hidup
selanjutnya, Hasan akhirnya ingat kembali pada ajaran agama yang pernah
diberikan oleh orang tuanya. Dia menyesal atas kelalaian selama ini, ia
mengutuki teman-temanya yang telah yang telah membawa kejalan yang sesat, jalan
yang menyimpan dari agama, bahkan jalan yang bertentangan dengan agama. Dia
insaf dan sadar, ia berusaha kembali ke jalan hidup semula, hidup dengan
berpegang pada ajaran agama Islam.
Mendengar kabar bahwa
ayahnya sedang sakit parah, Hasan pulang menjenguknya. Ia bertemu dengan ayahnya
yang sudah dalam keadaan keritis. Menjelang ajalnya, ayahnya masih sempat
mengusir Hasan yang menungguinya agar tidak berada di dekatnya. Setelah Hasan
keluar dari kamar tidur, ayahnya meninggal dengan tenang. Sejak itu Hasan telah
kehilangan segala-galanya, istrinya, ayahnya,dan hari depannya bahkan tujuan
hidupnya.
Ketika pulang ke Bandung, ke rumah Kartini,
terjadilah kusukeiho. Hasan terpaksa harus
mencari tempat berlindung. Ia berlindung di suatu lubang perlindungan
bersama-sama dengan orang-orang yang senasib. Di tempat perlindungan itulah
terngiang-ngiang suara ayahnya di hatinya, suara yang menasehati, memarahi,
mengutuk perbuatan-perbuatanya yang telah menyimpang dari ajaran agama Islam.
Hal ini membuka hatinya untuk lebih mendekatkan diri kepada Tuhan lagi.
Sementara itu, Hasan yang telah di serangi penyakit TBC makin parah. Penyakit
TBC-nya kambuh; ia merasa tak kuat melanjutkan perjalanan, dan mencari
penginapan yang terdekat untuk beristirahat.
Dari daftar tamu di
penginapan, tempat ia beristirahat, di temukan nama Kartini dan Anwar. Setelah
mendapat penjelasan dari pelayan hotel dan mengetahui suasana di situ, Hasan
yakin bahwa Kartini telah beruat serong dengan Anwar. Meledaklah amarahnya, ia
lari ke luar pada malam gelap untuk membalas dendam. Sementara itu, serene
mengaung-ngaung tanda ada bahaya. Semua lampu dimatikan, setiap orang mencari
perlindungan. Hasan sudah gelp mata, tidak menghiraukan lagi tanda bahaya, lari
terus,Akhirnya ia di tembak tentara jepang karena disangka mata-mata musuh dan
dibawa ke markas Ken Peitai. Ketika Kartini berusaha menemuinya, mereka
memperoleh berita bahwa Hasan telah meninggal beberapa menit yang lalu. Mungkin
Hasan yang sudah menderita TBC itu tidak tahan atas siksaan Ken Petai. Setelah
mendengar berita tersebut Kartini tidak bisa lagi membendung air matanya, ia
sangat sedih sekaligus menyesali perbuatannya. Seaindaianya Hasan masih ada di
sampingnya ia akan lebih setia kepadanya, berbakti kepadanya, akan tunduk dan
taat kapada segala perintahnya. Tetapi nasi telah menjadi bubur, Hasan telah pergi
meninggalkanya untuk selamanya.
tamat
Unsur-unsur Intrinsik
Dalam Novel Atheis
1. Tema
Seorang pemuda yang
mengalami kegoncangan kepercayaan yang disebabkan tidak adanya keseimbangan
antara hubungan dengan manusia dan hubungan dengan Allah swt.
2. Latar / Setting
Di dalam novel Atheis banyak sekali latar yang
dipergunakan misalnya;
~ Pada awalnya pengarang melukiskan tempat
tinggal
orang tua Hasan di daerah Priangan,
tepatnya
di kampong Panyeredan di lereng gunung
Telaga Bodas,
~ Pada saat-saat terakhir, peristiwa-peristiwa
yang
dialami Hasan terjadi di kota
bandung,
~ Novel Atheis mengisahkan peristiwa-peristiwa
yang
terjadi Pada akhir penjajahan Belanda
hingga akhir
penjajahan Jepang.
3. Tokoh
Di dalam Novel Atheis banyak sekali tokoh-tokoh
yang berperan, diantaranya:
1. Hasan ( Pelaku utama )
2. Kartini ( Pelaku kedua )
3. Rusli
( Pelaku ketiga )
4. Anwar
( Pelaku ketiga )
5. Raden Wiradikata ( Pelaku ketiga )
6. Bung Parta
( Pelaku ketiga )
4.
Penokohan
Setiap tokoh-tokoh dalam novel Atheis memiliki
watak atau penokohan yang berbeda-beda, antara lain:
1. Hasan berwatakan; Lugu,
sederhana,dan sempit pengetahuan,
2. Kartini ialah seorang
wanita yang modern, pergaulannya yang luas dan bebas,
3. Rusli adalah seorang pria
yang pandai dalam bergaul serta beridiologi marxisme.
4. Anwar ialah seorang pria
kaya yang hidup dalam pergaulan bebas, tetapi cerdas dan santun,
5. Raden Wiradikarta adalah
pemeluk agama islam yang taat saleh dan alim,
6. Bung parta ialah seorang
laki-laki yang meiliki banyak pengalaman dan mempercayai mesin sebagai
tuhannya.
5. Sudut Pandang
Di dalam novel Athes selain menggunakan gaya aku, pengarang juga menggunakan pula gaya dia. Dengan demikian
sudut pandang pengarang ( point of view ) ialah campuran ( multiple ) antara
orang pertama sebagai pelaku utama dengan orang ketiga yang mengetahui segalanya.
6. Gaya
Bahasa
Sebagian besar novel Atheis menggunakan
bahasa yang mudah dipahami, tapi tidak sedikit yang menggunakan bahasa kiasan
seperti:
~ Hiperbola
“
Secara habis-ludes segala perasaan bahagiaku sakarang. Secara terpencil sendiri
aku hidup di dunia kini.”
7. Alur
Dalam
menceritakan novel Atheis pengarang mengganakan alur campuran yaitu gabungan dari alur maju dan alur mundur.
8. Amanat
Novel
Atheis mengandung pesan yaitu, seseorang dalam menjalankan kehidupan di dunia
ini haruslah seimbang antara kehidupan vertikal dan horizontal yaitu hubungan
sesama manusia dan hubungan dengan Allah swt. Agar seseorang bahagia hidupnya
di dunia dan akhirat.
Unsur-unsur Ekstrinsik
Dalam Novel Atheis
1. Latar Belakang Sosial Budaya
Dalam segi sosial budaya novel Atheis menyuguhkan
dua macam anggota masyarakat yang
memiliki latar belakang lingkungan hidup yang berbeda, yaitu kelompok
masyarakat tertutup dan kelompok masyarakat terbuka.
2. Latar Belakang Agama
Dalam
segi agama novel Atheis menyuguhkan dua macam kelompok masyarakat yang
berlainan kepercayaan; Kelompok masyarakat yang pertama ialah kelompok
masyarakat yang mempercayai adanya Tuhan ( Theis ) dan sangat taat beribadah
dalam memeluk agama Islam, sedangkan kelompok masyarakat yang kedua ialah
kelompok masyarakat yang tidak mempercayai adanya Tuhan ( Atheis ), melainkan
menganggap mesin atau teknologi sebagai Tuhan mereka.
Hal yang menarik di dalam novel Atheis
Ketika Hasan beristirahat disebuah
penginapan, ia melihat daftar tamu di penginapan itu, ia menemukan nama Kartini
dan Anwar. Setelah mendapat penjelasan dari pelayan hotel, Hasan yakin bahwa
Kartini telah berbuat serong dengan Anwar, Ia lari keluar pada malam gelap
untuk membalas dendam, tapi terdengar suara serene mengaung-ngaung tanda
bahaya, tapi Hasan tidak menghiraukannya, lari terus, akhirnya ia ditembak oleh
tentara Jepang karena disangka mata-mata musuh. Hasan tersungkur, dangan bibir
melepas kata “Allahu Akbar“, tak bergerak lagi.
Hal Yang Kurang Menarik Dalam Novel
Atheis
Ketika
Hasan dan Kartini pergi berjalan-jalan selepas menonton bioskop. Mereka
berjalan-jalan ke sebuah taman lalu duduk di salah satu bangku taman, sambil
memandangi bulan yang begitu indah.
Hubungan Cerita Dengan Kehidupan
sehari-hari
Banyak orang di lingkungan kita yang cara
hidupnya tidak seimbang antara keperluan dunia dan keperluan akhirat contohnya:
~ Ada orang yang lebih
mementingkan kehidupan
dunianya dibanding kehidupan akhiratnya dan
sebaliknya.
~ Ada orang yang lebih mementingkan
kehidupan
akhiratnya dan tidak
memikirkan kehidupan duniawi.