Newest Post
// Posted by :Ridho Suryawaldi
// On :Sabtu, 25 Mei 2013
Judul :
Masyitoh Wanita Pembela Tuhan
Penulis : MUHAMMAD EL NATSIR
Tebal
buku : 266 halaman
Penerbit : DIVA
Terbit : April 2011
Ukuran
buku : 14x20 cm
A. Sinopsis
P
|
agi itu Fir’aun, angkuh
dan kejam sungguh kali ini terlihat sangat tek bergairah, wajah ganasnya
terlihat murung, tubuhnya lemas tak bergairah. Ya..! Tak terbantahkan memang,
Fir’aun yang belum lama ditinggal sang isteri, hidupnya merana dan tidak
bergairah. Seakan hidupnya tidak memiliki kekuatan. Oleh karena hal itu Fir’aun
menyuruh Haman, abdi yang paling dipercayanya untuk mencari seorang gadis
cantik nan elok untuk dijadikan permaisuri.
Haman dan para
prajurit istana terus mencari gadis dari penduduk mesir, setelah
berminggu-minggu para perajurit menjelajahi daeah mesir. Akhirnya Haman dan
pasukannya menemukan seorang gadis yang amat rupawan, gadis itu bernama Aisiah
yang berasal dari keluarga miskin yang tinggal di pinggiran kota Mesir. Haman
dan pasukannya lalu membawa Aisiah ke hadapan Fir’aun. Ketika melihat
kecantikan dan keelokkan Aisiah Fir’aun langsung jatuh hati kepadanya, ia
berniat untung meminang Aisiah. Namun tak disangka Aisiah beseta kedua orang
tuanya tidak sudi bila Aisiah harus bersanding deng Raja kejam itu.
Sehingga mereka
mereka disiksa oleh fir’aun, melihat kedua orang tuanya disiksa dan diancam
dibunuh oleh Fir’aun, Aisiah bersedia dipinang oleh Fir’aun dengan
syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh Fir’aun yaitu, pertama bebaskan kedua
orang tuaku dari hukuman mati, buatkan rumah yang indah untuk kedua orang
tuanku, lalu menjamin kesehatan makan, dan minum hingga akhir hayatnya, dan
yang terakhir aku tidak bersedia tidur bersama tuanku raja.
Fir’aun
menyanggupi semua persyaratan yang diajukan oleh Asiah, lalu Fir’aun
memerintahkan Haman dan semua abdi istana untuk segera mempersiapkan
pertunangan sekaligus pernikahannya.
Suatu ketika
Fir’aun diberitahu oleh ahli tafsir
mimpi istana bahwa akan lahirnya seorang bayi laki-laki dari Bani Israil
yang akan merampas kekuasaan Fir’aun, sehingga Fir’aun merasa ketakutan dan
memerintahkan untuk membunuh setiap bayi laki-laki dari keturunan Bani Israil. Yukabad,
isteri dari Imran bin Qahat merasa sangat gelisah akan ditangkapnya anak
lak-laki yang baru dilahirknnya, namun disaat ia merasa takut dan gelisah
datanglah petunjuk dari Allah SWT. Agar anakya itu dimasukkan ke dalam kotak,
lalu dihanyutkan ke sunagi Nil. Isyarat iyu kemudian dilakukannya dengan rasa
khawatir.
Tidak lama
setelah hanyut, tiba-tiba peti tersangkut pohon dan berhenti di belakang rumah
Fir’aun dan atas izin Allah SWT. Bayi itu ditemukan oleh Putri Fir’aun yang
tengah duduk menikmati kejernihan sungai Nil. Asiah mengambil bayi itu dan
ingin memeliharanya, kemudian Asiah meminta izin kepada suaminya dan dengan
sedikit ragu dan berat hati mengizinkan aisah memelihara bayi yang rupawan
tersebut, kemudian Asiah memberi namanya demgam Musa yang berarti air dan
pohon.
Setelah mencari,
akhirnya Aisiah menemuan ibu susu yang cocok uuntuk Musa yaitu Yukabad yang tak
lain adalah ibun kandun Musa sendiri. Sejak itulah Musa dibesarkan sebagaimana
anak-anak raja yang lain. Sejak kecil ia memahami bahwa ia bukan anak Fir’aun,
melainkan keturunan dari Bani Iasrail yang tertindas, karenanya Musa bertekad
untuk membela kaumnya yang lemah.
Suatu hari, saat
ia berjalan-jalan di kota, ia melihat dua orang laki-lakisedang berkelahi. Satu
dari kalangan Bani Israil bernama Samiri dan satunya bernama Fatun kaum asli
bangsa Mesir, Musa mencoba mendamaikan mereka, tetapi malah ditepis oleh Fatun,
lalu Musa memukul Fatun sehingga ia tersungkur dan meninggal dunia. Seorang
saksi lalu melaporkan hal ini kepada Fir’aun.
Mendegar hal
tersebut Fir’aun pun marah, ia pun memrintahkan para perajurit untuk menagkap
Musa. Namun ketika prajurit-prajurit itu sampai di kota, Musa sudah melarikan
diri, meninggalkan Mesir, pergi ke suatu daerah.
Musa pergi ke
Madyan dengan bejalan kaki selama delapan hari, karena kelelahan Musa lalu
beristirahat, tek jauh dari tempatnya beristirahat ia melihat dua gadis yang
tengah mendapatkan air di sumur guna memberi minum ternak yang mereka
gembalakan, tetapi mereka mengalami kesulitan karena harus berebutan dengan
sekelompok pria-pria kasar yang tampak tidak mau mengalah. Melihat itu, Musa
tidak tinggal diam, ia segera bergerak menolong kedua gadis tersebut. Sehingga
Musa terlibat perkelahian dengan para pria tersebut, akhirnya Musa mampu
mengalahkan keempat pria tersebut.
Melihat kejadian
tersebut, kedua gadis itu melaporkan hal tersebut kepada Ayah yang tak lain
ialah Nabi Syu’aib. Kemudian Nabi Syu’aib mengundang Musa untuk dating
kerumahnya. Musa memenuhi undangan itu.
Keluarga Nabi
Syu’aib sangat senang melihat kehadiran Musa. Kepada Nabi Syu’aib meceritakan
pembunuhan yang ia telah lakukan yang menyebabkan ia pergi dari Mesir. Nabi
Syu’aib menyarankan agar Musa tetap tinggal di rumahnya agar terhindar dari
kejaran orang-orang Fir’aun. Musa akhirnya tinggal di rumah Nabi Syu’aib dan
ketika Musa menyukai Shafura salah satu dari putrinya, Nabi Syu’aib pun
bermaksud menikahkan keduanya dengan maskawin Musa diminta untk bekerja
menggembalakan ternak-terak milik Nabi Syu’aib selam delapan tahun, Musa
menyanggupinya bahkan menggenapkan pekerjaannya menjadi sepuluh tahun.
Musa berniat
kembali ke Mesir bersama isterinya dan direstui oleh Nabi Syu’aib. Pada suatu malam
ditengah perjalana mereka tersesat, tak tahu arah yang harus di tempuh. Saat
itulah, Musa melihat cahaya api yang terang benderang di atas bukit, Musa lalu
menghampiri api tersebut, tiba-tiba terdengar suara menyeru,”Hai Musa! Aku ini
adalah Tuhanmu. Sesungguhnnya kamu berada di lembah Suci Thuwa. Dan, Aku telah
memilih kamu. Sesungguhnya Aku ini adalah Allah. Tiada Tuhan selain Aku , maka
sembahkah Aku, dan dirikanlah Shalat untuk mengingat Aku.”
Akhirnya Musa
sampai di Istana dengan membawa risalah agama yang benar dan baik. Namun apa
yang terjadi Musa dan Harun malah di adili sebagai seorang yang ingkar dan anak
yang durhaka terhadap dirinya. Musa menjelaskan bahwa Fir’aun bukanlah Tuhan
yang pantas disembah, Tuhan yang pantas di sembah adalah Tuhan Yang Maha Esa
Pencipta langit dan bumu beserta apa yang ada diantaranya. Fir’aun tak percaya
dan meminta Musa untuk membuktikannya.Maka Musa melemparkan tongkatnya,
seketika itu tongkat itu menjadi ular, dan Musa menarik tanganya dari dalam
bajunya, maka tiba-tiba tangan itu jadi putih bersinar bagi orang-orang yang
melihatnya. Namun Fir’aun tetap tak percaya ia mengingkarinya dengan mengatakan
bahwa itu adalah bagian dari sihir Musa.
Lalu Fir’aun
menyuruh para penyihir kerajaan untuk melawan Musa dengan sihir. Pada waktu
yang telah ditentukan Musa menyuruh para penyihir lebih dulu. Lalu para
penyihir melemparakn tongkat dan tali seketika itu tongkat dan tali penyihir
berubah menjadi ular. Dan kini giliran Musa untuk melemparkan tongkatnya,
sesaat setelah ia melemparnya tongkat tersebut nerubah menjadi ular yang sangat
besar dan lalu memakan ular-ular dari para penyihir tadi. Para penyihir pun
berlutut. Kemudian berkata,”kami beriman kepada Tuhan semesta alam!”
Melihat tingkah
para penyihir Fir’aun pun murka, Fir’aun memrintahkan agar para penyihir untuk
dihukum. Namun demikian, Fir’aun dan para pejabat istana menolak Musa dan Harun
dan mengusir keduanya keluar dari Mesir.
Setelah
kepergian Musa, Mesir dilanda berbagai bencana seperti, masa kekeringan yang berkepanjangan,
tercemarnya sungai Nil dan muncul binatang-binatang yang menjijikan dari sungai
Nil sebagai sumber kehidupan rakyat Mesir, angina topan dan kekurangan bahan
makanan. Dikarenakan apa yang telah terjadi istana Masyitoh seorang abdi istana
dan orang kepercayaan Asiah, dan suaminya Hazakil diam-diam beribadah kepada
Allah agar orang-orang istana tidak mengetahuinya.
Fir’un dan
masyarakat Mesir menyalahkan Musa atas bencana yang terjadi di Mesir, dan
membuat Fir’aun semakin ingin membunuh Musa. Agar para penduduk Mesir tidak
goyah atas rayuan Musa, maka Fir’aun menyebarkan fitnah atas sembari mencari
dimana persembunyianya.
Hari dimana
penjatuhan hukuman mati sekaligus menyebarkan keburukan atas Musa tiba. Fir’aun
terus mengatakan hal yang buruk mengenai Musa. Karena tak tahan mendengarnya Hazakil
pun datang kepada Fir’aun lalu menjelaskan kebenaran dari apa yang telah Nabi
Musa sampaikan. Mendengar hal itu Fir’aun marah besar dan mengganggap Hazakil
sebagai seorang yang ingkar, lalu Fir'aun memerintahkan agar agar Hazakil
digantung juga bersamaan dengan para penyihir yang penghianat tersebut untuk
menerima hukuman mati. Keadaan semakin mencekam terlihat pasukan pemanah sipa
melepaskan anak panahnya, panah-panah beracun melesat menuju sasaran dan akhirnya
tertancap di tubuh Hazakil dan para prnyihir. Fir’aun tertawa dengan puas.
Masyitoh hanya
mampu hanya mampu memandangi suaminya yang sudah tak bernyawa sembari terisak
sesenggukan. Hal ini membuat semua perajurit terpaksa menyeretnya hingga
kerumah. Sesampainya di rumah, kedua anknya menyambutnya dengan isak tangis
memilukan.
Masyitoh memutuskan untuk pergi
meninggalkan istana bersama anak-anaknya untuk menghindari ancaman Fir’aun. Hal
ini diketahui oleh Haman dan langsung memerintahkan lima perajurit untuk pergi
mencari Masyitoh.
Setelah sekian jauh perjalanan yang
Masyitoh dan kedua anaknya lewati, mereka terlihat keletihan, setelah beberapa
saat kemudian mereka melihat seorang penggembala kambing yang sedang tertidur
nyenyak dengan topi capng di wajahnya. Anjing penjaga kambing itu menggonggong
sehingga membangnkan tuannya. Melihat Masyitoh dan anak-anaknya, ia tahu bahwa
tamunya itu telah berjalan jauh. Dia mengambil wadah dan langsung memerah susu
itu untuk diminum oleh mereka. Tanpa basa-basi kedua anak itu mengambil baskom
tersebut lalu meminumnya.Masyitoh menceritakan semua hal yang telah dialaminya.
Lalu si pengembala itu menasihati Masyitoh untuk tetap tabah.
Sementara itu lima prajurit tadi
terus memacu kudanya hingga mereka melihat telapak kaki manusia, dan beberapa
saat kemudian mereka menemukan menemukan segerombolan kambing seorang penggemal
yang sedang duduk memerah susu kambing. Para prajurit itu bertanya tentang
apakah pengembala itu melihat seorang wanita dan kedua anaknya melintsi daerah
ini, pengembala itu hanya terdiam dan menjelaskan tentang kekuasaa Allah kepada
mereka berempat. Mendengar bahwa pengembala itu tidak beriman pada Tuan Fir’aun
maka mereka marah den menyerang pengembala itu. Ketika mereka mendekat lalu
pengembla itu mengambil pasir dan melemparkan pasir tepat pada wajah mereka,
sehngga mereka pun tercekat seketika.
Karena pasir yang masuk ke kelopak
mata para prajurit itu mereka pun merintih keperihan, sementara di padang pasir
seperti ini tidak terdapat sumber air jernih. Pengembala itu mengambil tongkat
kemudian dia menancapkannya pada pasir dan mencabutnya kembali. Seketika, air
yang sangat jernih keluar dari pasir. Dan menyuruh mereka membasuh wajah di air
tersebut. Setelah terasa segar para prajurit bertanya-tanya dari mana datangnya
air sejernih ini dan kemana pergi si pengembala barusan.
Tiba-tiba, si penggembala itu ada di
belakang mereka bersama dengan Masyitoh dan Anak-anaknya. Keempatnya lalu
mencoba mendesak pengembala itu dan menarik Masyitoh. Tiba-tiba dari dada
penggembala itu, keluar sinar putih yang membuat mereka terpental. Dari
situlah, mereka baru menyadari sosok itu adalah Musa yang menyamar sebagai
penggembala. Seketika para prajurit itu terkisap, tapi Masyitoh dan kedua
anaknya langsung membungkukkan badan dan Masyitoh hendak mencium kaki sang
pangeran Mesir itu.
“Ampun pengeran, kami hanya
melaksanakan tugas dari tuanku Haman” ujar sa Karelah seorang prajurit itu.
Karena itulah serahkan Masyitoh untuk kami bawa ke istana. Mendegar permintaan itu,
meledaklah amarah Musa. Lalu Musa menghujamkan pertanyaan-pertanyaan mengenai
kekuasaan Allah itu pada mereka yang menundukkan kepala.
Nabi Musa lalu menghaturkan dzikir
kepada Allah. Dzikir Nabi Musa terus menukik di Padang pasir luas yang panas
dan gersang. Mendengar Nab Musa mengucapkan kalimat agung tersebut hati mereka
bergetar, Masyitoh pun dan kedua anaknya tak terasa air mata mereka deras
membasahi pipi. Seketika itu juga kelima prajurit tersebut beriman kepada Allah
SWT.
Dengan bekal keimanan dan ketakwaan,
kini Masyitoh menjadi wanita yang
pantang menyerah. Dia memutuskan untuk kembali ke istana bersama anak-anaknya
karena teringat dengan permaisuri. Keputsan Masyitoh tersebut mendapat restu
dari Musa. Dengan wejangan dari Nabi Musa Masyitoh pun berangkat kembali ke
istana.
Sementara itu Haman yang gelisah
karena tidak tahu keberadaan Masyitoh dan kelima pasukannya yang diutus untuk mencarinya
pun entah kemana. Haman yang berfirasat buruk membawa sepuluh prajurit
bawahannya untuk pergi mencari Masyitoh.
Masyitoh berjalan tertatih-tatih
menerobos jalan rahasia menemui ke taman istana di pinggir sungai Nil di mana
permaisuri tengah duduk dengan didampingi para abdi setianya. Begitu muncul
Masyitoh muncul, dia di sambut permaisuri dengan senyum ramahnya.
Setelah, hanya ada masyitoh dan
anak-anaknya beserta permaisuri, lalu Masyitoh menceritakan segala peristiwa
yang telah ia lalu dan pertemuannya dengan pangeran Musa. Mendengar cerita yang
disampaikan oleh Masyitoh, Asiah lalu tersentak bahwa mendengar cerita ‘tentang
orang yang sangat di rindunya.
Masyitoh dan Asiah terus beriman kepada Allah
dengan diam-diam tanpa diketahui oleh orang-orang istana. Kemudian Permaisuri
menyuruh agar Masyitoh mencoba meluluhkan hati para putri Fir’aun Karena
Masyitoh yang selalu mengurus segala keperluan mereka dan tentunya mereka dekat
dengan Masyitoh.
Pada suatu seketika Masyitoh sedang
meyisir rambut Putri Fir’aun, tiba-tiba sisir yang yang di pegangnya terjatuh
kelantai, Masyitoh sepontah berucap,”inna
lillahi…”. Dan saat memungut sisir di lantai, di berucap,”Bissmillah.”
Mendengar Masyitoh mengucapkan kalimat itu, sang putri
di depannya kaget.”Bunda,” panggilnya sembari menatap dalam-dalam, “Kau
menyebut Tuhan selain Ayahanda?”.
Masyitoh menjelaskan kebenarannya
pada putri bahwa Allah lah tuhan semesta alam bukan Fir’aun yang hanyalah manusia yang ingkar.
Mendengar penjelasan itu sang putri sempat bimban,
Karena kebimbangannya itulah Putri itu pun lari hendak mengadukan permasalahan
ini pada Ayahnya.
Sementara itu, di ruangan utama istana Haman dan
para prajuritnya melaporkan bahwa telah kehilangan jejak Musa, Masyitoh, maupun
para prajuritnya. Fir’aun sangat marah dengan berita tersebut dan menyuruh para
pasukannya untuk berlatih dan mempersiapkan diri untuk melawan Musa dan para
pengikutnya.
Sesaat mereka sedang membicarakan tentang
penangkapan Musa dengan serius, sang putri terlihat memasuki ruangan itu. Semua
orang terdiam. “Bunda Masyitoh telah mengimani tuhan selain Ayahanda”.
Mendengar hal tersebut Fir’aun sangat murka ia menganggap Masyitoh telah ingkar
kepadanya. Lalu Fir’aun memerintahkan untuk menyeret Masyitoh.
Mendapati putri Fir’aun lari meninggalkan dirinya,
Masyitoh terbengong sekaligis Khawatir, ia langsung menghadap sang permaisuri
dan mengadukan perihal tersebut. Mendengar pengaduan tersebut Asiah sangat
sangat kaget dan cemas.
Para prajurit hendak menangkap masyitoh. Namun,
Masyitoh di bela oleh permaisuri. Namnu, para prajurit tetap memaksa dan
akhirnya Masyitoh pun diseret menemui Fr’aun.
Dalam ruang pengadilan, masyitoh yang selalu
ditemani ankanya yang masih bayi, duduk bersimpuh di lantai. Setelah ditanya
tentan kebenaran tentang keingkaranya terhadap Fir’aun. Masyitoh
membenarkannya. Ia sama sekali tak takut atas segala hukuman yang akan dijatuhi
kepadanya.
Kemudian, Fir’aun memerintahkan untuk mempersiapkan
kuali besar dari tembaga untuk dipanaskan, kemudian Fir’aun memerintahkan untuk
satu-persatu anak dari Masyitoh untuk dimasukkan kedalam kuali tersebut.
Masyitoh terus berteriak agar tak menyiksa kedua anaknya.
“Bunda jangan terjebak dengan rasa kasihan kalua
pada akhirnya kita murtad menyekutukan Allah”. Mendengar teriakan tersebut,
Masyitoh terperangah. Apalagi, bayi yang berada dalam gendongannya pun
tiba-tiba berbicara, “Bunda relaka kedua kakakku menjaga imannya kepada Allah.”
Itu membuat keraguan Masyitoh hilang, berganti
dengan keyakina yang mantap. “Kita berada di pihak yang benar, Bunda” kata bayi
di gendongan Masyitoh.
“Baik sebelum kau kumandikan dalam air mendidih bersama
anakmu apa permintaan terakhirmu?!” ucap Fir’aun.
“Kumpulakan tulang-tulangku dan tulang anak-anakku
kuburkan menjadi satu. Serta kuburkan tulang-tulang kami di samping kuburan
suamiki.
Kemudian, salah seorang prajurit menyeret Masyitoh
hingga ke bibir kuali. Hati Masyitoh sangat sedih melihat tulang-tulang anaknya
mengapung. “Bunda, segeralah susul kakak-kakakku, Bunda, jangan menangis dan
jangan takut karena sesungguhnya siksa akhirat lebih sakit dan pedih dari pada
siksa dunia.
Setelah mendengar ucapan anaknya itu, Masyitoh
segera menceburkan diri tanpa ditendang oleh prajurit. Ia terus berzikir hingga
suaranya lirih dan akhirnya lenyap. Saat itulah, uap dari air mendidih itu
menebarkan aroma wangi yang sangat menyengat.
TAMAT
B.
Unsur Intrinsik
1. Tema
v Menurut Stanton
(1965:4),Tema merupakan ide sentral atau pokok dalam karya
v Menurut Holmon
(1981:443),Tema merupakan gagasan sentral yang mencakup
permasalahan dalam cerita, yaitu suatu yang akan diungkapkan untuk memberikan
arah dan tujuan cerita karya sastra.
Tema Novel:
“Keteguhan
hati orang-orang yang selalu memegang teguh keimanannya kepada Allah atas
orang-orang kafir walau nyawa yang menjadi taruhannya”
Kutipan: …,Masyitoh
segera menceburkan diri tanpa ditendang oleh prajurit. Ia terus berzikir hingga
suaranya lirih dan akhirnya lenyap. Saat itulah, uap dari air mendidih itu
menebarkan aroma wangi yang sangat menyengat. (Hal:264)
2. Tokoh
v Menurut Panuti Sudjiman(1988:16), Tokoh
merupakan individu rekaan yang mengalami peristiwa atau berlakuan dalam
berbagai peristiwa dalam cerita. Tokoh pada umumnya berwujud manusia, tetapi
dapat juga berwujud binatang atau benda yang diinsankan.
v Panuti Sudjiman (1966:25), Tokoh
merupakan bagian atau unsur dari suatu kebutuhan artistik yaitu karya sastra
yang harus selalu menunjang kebutuhan artistik.
Tokoh di dalam Novel:
1) Masyitoh
2) Aisiah
3) Musa
4) Fir’aun
5) Haman
6) Harun
7) Hazakil
8) Kedua
anak Masyitoh
9) Muzahim
10) Bunda
Asiah
11) Yukabad
12) Imran
bin Qahat
13) Nabi
Syu’aib
14) Shafura
3. Penokohan
v Penokohan adalah panduan antara tokoh
lengkap dengan perwatakan yang melekat pada diri tokoh.
v Jones
(dalam Nurgiyantoro 2007 :165) juga menyatakan, “Penokohan adalah pelukisan
gambaran yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita
1)
Masyitoh
Masyitoh adalah seorang abdi istana yang
taat atas perintah tuannya namun ia memiliki keteguhan iman yang sempurna
terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Selain itu ia juga seorang wanita yang tegar dan
pantang menyerah.
Kutipan: …., Dia adalah
salah satu wanita yang demikian kuat memegang keimanan pada Allah. Dia salah
satu wanita Mesir yang rela meninggalkan kesenangan demi keimanan pada Allah.
Ujar Musa dengan lantang. (Hal:175)
…., Kini Masyitoh menjadi sebagai wanita yang pantang
menyerah. Dia sama sekali tidak takut ke istana akan terkena hukuman.(Hal:179)
2)
Asiah
Seorang wanita yang tak hanya parasnya
yang elok nan cantik melainkan baik budi perketinya dan halus tutur katanya
serta keimanannya kepada Allah SWT yang luar biasa dan dalam sejarahnya belum pernah tersentuh
oleh laki-laki, walaupun suaminya sendiri.
Kutipan: “Kau tahu
seleraku. Gadis ini sungguh cantik. Tubuhnya sangat indah. Rambutnya bergelombang, bagai ombak laut
merah,….”(Hal:28)
“Ini tidak
mungkin”timpal Muzahim.”Putriku anak shalihah, sedang raja Fir’aun orang
ingkar.(Hal:31)
“Ampun,Permaisuri. Singguh mulia budi pekerti
Permaisuri. Jarang orang-orang istana memiliki sikap dan sifat seperti
Permaisuri. Halus tutur katanya, lemah lembut dan penuh keindahan.”(Hal:64)
3)
Hazakil
Hazakil adalah seorang laki-laki
sekaligus suami yang sangat menyangi keluarganya dan memiliki keteguhan hati
serta iman yang sangat kuat.
Kutipan: “ Istriku, kau
jangan bersedih. Kita berada di jalan yang benar . tidak seberapa cambuk yang
menghujam di tubuhku. Tidak seberapa siksa dunia yang kurasakan, karena siksa
akhirat lebih pedih…”(Hal:141)
4)
Musa
Musa adalah seorang pemuda perkasa namun
murah hati, sopandan bertutur kata halus serta taat kepada Allah SWT.
Kutipan: Lalu, Musa memukul Fatun sehingga Fatun jatuh
tersungkur dan meninggal dunia.(Hal:84)
Sikapnya yang sopan menunjukkan bahwa ia
adalah seorang pemuda dari kalangan bangsawan. (Hal:87)
“Siapa sebenarnya orang ini? Tutur
katanya begitu halus, tiap kalimatnya mengandung hikmah.” Tanya Masyitoh dalam
hati. (Hal:164)
5)
Harun
Merupakan Saudara Musa yang setia yang
selalu mendampingi Musa dan sabgat bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Kutipan: …, Harun yang
selalu berdoa terlihat sangat serius. Ia terlihat sangat khawatir karena Musa
baru kali ini bertarung dengan
tongkatnya. (Hal:98)
6)
Fir’aun
Fir’aun seorang raja yang ingkar,
sombong, penguasa kejam, tidak berperikemanusiaan, dan ia menganggap dirinya
sebagai Tuhan.
Kutipan: “Tapi, Asiah tidak mau dipersunting raja
dujana itu. Dia raja yang sesat yang mengakudirinya tuhan. Dia raja yang ingkar
pada Yang Maha Pencipta. Tidak mau. Asiah tidak mau, Bunda!” (Hal:31).
7)
Haman
Haman adalah bawahan yang paling
dipercaya oleh Fir’aun, sebagai bawahan Haman sangat patuh dan taat atas segala
perintah tuannya, ia juga seorang pribadi yang kasar dan kejam.
Kutipan: “HHemmmm…
Haman, dia salah satu abdi yang paling ku banggakan. Aku berharap, dari dialah
lahir pengabdi-pengabdi yang bisa kuperhitungkan,…..” ujar hati Fir’aun sembari
terus memandangi Haman dari belakang. (Hal:18)
Mendengar teriakan dari luar, Muzahim sangat
terperanjat.”Haman!Ya,dia pasti Haman, abdi istana yang kejam itu. (Hal:22)
8)
Kedua anak Masyitoh
Mereka adalah anak yang patuh kepada
orang tuanya dan memiliki iman yang kuat kepada Tuhan meskipun mereka masih
anak-anak.
Kutipan: Tanpa banyak
basa-basi, kedua anak itu menerima baskom dan diserahkan pada ibunya, tanpa
menghiraukan kondisi mereka sendiri uyang ssangat kehausan.(Hal:159)
9)
Muzahim
Seorang suami sekaligus Ayah yang sangat
sayang terhadap keluarganya, ia juga sosok yang berpendirian teguh dan tidak
takut mati demi yang di yakininya.
Kutipan: “Tidak kami
tidak akan pernah mengikhlaskan anak kami menikah dengan raja yang ingkar lagi kejam seperti mu!” Ujar
Muzahim. (Hal:41)
“ ja..ja…ja…jangan, Tuanku Raja yang mulia. Lebih baik
bunuh saja aku ini.Bunuh! sungguh kami tak rela melihat kalian menyiksa
Asiah.(Hal:42)
10)
Bunda Aisiah
Seorang Isteri sekaligus ibu yang sangat
sayang terhadap keluarganya, ia juga berhati lembut dan perasa.
Kutipan: “Ampuni hamba,
Tuanku raja yang mulia. Ampuni segala kesalahan kami, tuan” kata ibunda Aisiah
iba sembari batuk-batuk.(Hal:41)
11)
Nabi Syu’aib
Ia adalah seorang Nabi yang murah hati
dan senag menolong orang yang tengah
tertimpa musibah.
Kutipan: …. Nabi Syu’aib menyarankan agar Musa tetap tinggal di
rumahnya agar terhindar dari kejaran orang-orang Fir’aun. (Hal:88)
4. Alur
v Menurut Dick
Hartoko (1948:149)
Plot sebagai alur
cerita yang dibuat oleh pembaca yang berupa deretan peristiwa secara
kronologis, saling berkaitan dan bersifat kausalitas sesuai dengan apa yang
dialami pelaku cerita.
v (Aminuddin,
1987:83),Plot adalah rangkaian cerita yang dibentuk oleh tahapan-tahapan
peristiwa, sehingga menjalin suatu cerita yang dihadirkan oleh para pelaku
dalam suatu cerita
Alur yang digunakan dalam Novel ini
adalah alur campuran yaitu perpaduan antara alaur maju dan alur mundur.
Kutipan: Cambuk berduri terus diayunkan oleh
algojo dengan kejam. Hingga pada detik terakhir, Hazakil pingsan.(Hal: 140)
Masyitoh
lalu menceritakan dari awal ia melarikan diri dari istana hingga bertemu dengan
seorang penggembala yang tak lain adalah Nabi Musa…. (Hal:198)
5. Sudut pandang
v (Aminuddin,
1987:90) Cara pengarang
menampilkan para pelaku dalam cerita yang dipaparkannya disebut sudut pandang,
atau biasa diistilahkan dengan point of view.
v
Atar Semi (1988:51) yang menyebutkan istilah sudut
pandang, atau point of view dengan istilah pusat pengisahan, yakni posisi dan
penobatan diri pengarang dalam ceritanya, atau darimana pengarang melihat
peristiwa-peristiwa yang terdapat dalam cerita itu.
Dalam Novel Masyitoh
Wanita Pembela Tuhan ini pengarang menggunakan sudut pandang “Orang ketiga
serba tahu”
Kutipan: Siapa
sebenarnya rang ini? Tutur katanya begitu halus, tiap kalimatnya mengandung
hikmah. Masyitoh terus bertanya-tanya dalam hatinya sembari terus
mengingatnya namun ia tetap tidak menemukan jawabanya. (Hal:164)
….,”Masyitoh? Bukankah dia pergi
dari istana? Apa sudah kembali? Aneh! Ini sungguh aneh! Tanyanya dalam
hati.
6. Latar/Setting
v Menurut Nadjid
(2003:25) latar ialah penempatan waktu dan tempat beserta
lingkungannya dalam prosa fiksi
v Menurut
pendapat Aminuddin (1987:67), yang dimaksud dengan setting/latar adalah latar
peristiwa dalam karya fiksi baik berupa tempat, waktu maupun peristiwa, serta
memiliki fungsi fisikal dan fungsi psikologis.
I.
Latar
Suasana
1)
Jeritan histeris dari kesedihan memilukan yang dialami oleh Masyitoh
atas kematian suaminya.
Kutipan:
Ujung dari kesedihan Masyitoh, ia kembali menjerit histeris,….., sesampainya di
rumah, kedua anaknya yang masih kecil menyambut dengan isak tangis memilukan.
(Hal:144)
2)
Kemarahan yang meledak-ledak seolah-olah tak terima apa yang
ia telah lihat.
Kutipan: Melihattingkah para tukang sihir, Fir’aun
sangat marah. Kemarahannya meledak-ledak manakala mereka berkali-kali besaksi
atas keimananya kepada Tuhan. (Hal:100)
3)
Ketegangan serta teriakn histeris yang terasa di seluruh
penjuru Mesir.
Kutipan:
….Bahkan ada yang dikubur hidup-hidup. Suara histeris bergema panjang diseluruh
penjuru Negeri Mesir. (Hal:76)
4)
Terasa Susana yang sangat sejuk yang tak dapat dilukiskan
dengan kalimat pajang sekalipun, dan suasana panas dan gersang dari padang
pasir tak terasa.
Kutipan: Mendengar Nabi Musa mengucapkan kalimat agung dengan
khusyuk hati mereka bergetar merasakan sesuatu yang sangat sejuk, membunuh
kesunyian padang pasir yang gersang dan panas.(Hal:176)
II.
Latar Tempat
1)
Di atas sebuah bukit yang disebut tempat Suci Thuwa dimana
Nabi Musa menerima wahyu dari Allah.
Kutipan: …., Musa melihat cahaya api yang terang benderang di
atas bukit, Musa lalu menghampiri api tersebut, tiba-tiba terdengar suara
menyeru,”Hai Musa! Aku ini adalah Tuhanmu. Sesungguhnnya kamu berada di lembah
Suci Thuwa. Dan, Aku telah memilih kamu…..”(Hal:89)
2)
Di pelataran
Istana dimana tempat Hazakil dan Para tukang sihir dihukum mati atas segala
penghiantannya kepada Fir’aun.
Kutipan:
…. Penduduk Mesir yang masih berjubel memadati pelataran istana berdesakan ingn
menyaksikan Hazakil dan parqa tukang sihir dieksekusi mati.(Hal:142)
3)
Di padang pasir
yang sangat luas, panas dan gersang saat Nabi Musa berdzikir kepada Allah.
Kutipan:
….,Dzikir Nabi Musa terus menukik di Padang pasir luas yang panas dan gersang,
menggema bagai menembus langit dan sampai pada-Nya. (Hal:176)
4)
Di Ruangan utama
istana kerjaan Mesir yang sangat megah.
Kutipan: Ruang utama
istana yang dibangun mewah itu terlihat sangat indah. Dinding ruang yang
berwarna warni dan juga lantai yang berlapis permadani menciptakan suasana
teramat megah dan indah. (Hal:217)
III.
Latar Waktu
1)
Di malam hari setalah kematian sang suaminya dimana Masyitoh
sedang merintih dalam dekapan pedih.
Kutipan: Sepanjang malam, Masyitoh terus merintih dalam
dekapan pedih yang semakin mendesak hatinya.
2)
Di siang hari yang sangat terik ketika masyitoh dan kedua
anaknya bertemu dengan seorang pengembala setelah kabur dari istana.
Kutipan: “Bukankah siang hari ini yang sangat panas dan
terlihat keringat yang mengucur di tubuhmu begitu deras?... (Hal:162)
7. Gaya
bahasa
v Najid (2003: 27). Beberapa cara yang ditempuh oleh pengarang dalam
memberdayakan bahasa prosa fiksi (novel) ialah dengan menggunakan perbandingan,
menghidupkan benda mati, melukiskan sesuatu dengan tidak sewajarnya, dan
sebagainya. Itulah sebabnya, terkadang dalam karya sastra sering dijumpai
kalimat-kalimat khas
v Aminuddin (2009: 72). Dalam karya sastra, istilah gaya mengandung
pengertian cara seorang pengarang dalam menyampikan gagasannya dengan
menggunakan media bahasa yang indah dan harmonis serta mampu menuansakan makna
dan suasana yang dapat menyentuh daya intelektual dan emosi pembaca.
Gaya bahasa yang
digunakan dalam novel Masiyitoh ini merupakan gaya bahasa yang digunakan dalam
sehari-hari sehingga para pembaca mudah memahami isi dari novel tersebut, serta
novel ini banyak menggunakan kata-kata kekerajaan serta banyak mengungkapkan
tentang keagungan dan ke-Esaan Allah.
Kutipan: “Hahaha….,
kalian memang abdiku yang setia. Buat kalian, kebahagiaan. Buat kalian,
kesenangan yang tak terhitung. (Hal:115)
“laa ilaaha
illallah. Laa haula wa la quwwata illa billah. Allhu ahad.” Dzikir Nabi
Musa terus menekiki di padang pasir.(Hal:176)
8. Amanat
v Sudjiman
(1986:35), Secara
implisit yaitu jika jalan keluar atau ajaran moral itu disiratkan dalam tingkah
laku tokoh menjelang cerita berakhir
v Najid (2003: 28) Dalam berkarya, pengarang pasti mempunyai tujuan
tertentu yang ingin dicapai dengan karyanya, tujuan inilah yang disebut amanat.
Umumnya, amanat cerita berisi ajaran-ajaran moral, yaitu ajakan, saran, atau
anjuran kepada pembaca untuk meningkatkan kesadaran kemanusiaannya.
Amanat dalam novel
Masyitoh ini adalah yakinilah kebenaran dengan sepenuh hati mu walau orang-orang
kafir mencela mu atau bahkan ingin mencelakakan mu, dan Tuhanmu Allah SWT.
Adalah kebenaran yang nyata.
Kutipan: …,Masyitoh
segera menceburkan diri tanpa ditendang oleh prajurit. Ia terus berzikir,
mengucapkan kalimat-kalimta agung hingga suaranya lirih dan akhirnya lenyap.
Saat itulah, uap dari air mendidih itu menebarkan aroma wangi yang sangat
menyengat.(Hal:264)